Minggu, 07 Juli 2013

Bengawan Solo



BENGAWAN SOLO

Bengawan Solo merupakan sungai terbesar di Pulau Jawa, terletak di Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan luas wilayah sungai ± 12% dari seluruh wilayah Pulau Jawa pada posisi 110o18’ BT sampai 112o45’ BT dan 6o49’LS sampai 8o08’ LS.
Luas total wilayah sungai (WS) Bengawan Solo ± 19.778 km2, terdiri dari 4 (empat) Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu DAS Bengawan Solo dengan luas ± 16.100 km2, DAS Kali Grindulu dan Kali Lorog di Pacitan seluas ± 1.517 km2, DAS kecil di kawasan pantai utara seluas ± 1.441 km2dan DAS Kali Lamong seluas ± 720 km2.
Aliran Bengawan Solo masa kini terbentuk kira-kira empat juta tahun yang lalu. Sebelumnya terdapat aliran sungai yang mengalir ke selatan, diduga dari hulu yang sama dengan sungai yang sekarang. Karena proses pengangkatan geologis akibat desakan lempeng Indo-Australia yang mendesak daratan Jawa, aliran sungai itu beralih ke utara. Pantai Sadeng di bagian tenggara Daerah Istimewa Yogyakarta dikenal sebagai "muara" Bengawan Solo Purba.
Bengawan Solo di kawasan Jurug, Surakarta.

1.             KONDISI BENGAWAN SOLO
Bengawan Solo adalah bengawan terpanjang di Pulau Jawa yang pada saat ini sangat memperihatinkan karena ulah manusia. Salah satu faktor yang mempengarui kondisi tersebut adalah masyarakat sering membuang sampah sembarangan terutama ke Bengawan Solo tersebut serta kurangnya kepedulian masyarakat terhadap lingkungan sekitar. Sampah berserahkan di atas Bengawan Solo sehingga mengakibatkan banjir di aliran Bengawan Solo. Karena banjir terus terjadi saat musim penghujan, menyebabkan ketinggian air di Bengawan Solo terus meningkat yang mengkhawatirkan warga karena kondisi tanggul bengawan yang berada di Desa Banjararum, Kecamatan Rengel, Tuban ambles dan retak sepanjang puluhan meter. Air pun sudah merembes ke pemukiman warga.  Kondisi tanggul yang mengalami kritis itu memcapai panjang lebih dari 50 meter dengan kedalaman ambles dan retakan sekitar setengah meter. Akibatnya air sudah mulai merembes dari bawah tanggul saat air bengawan mengalami kenaikan.
Selain itu, kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo secara kuantitas dan kualitas dalam keadaan kritis, karena tercemar limbah berat dari industri yang ada di sepanjang  kawasan lingkungan sungai ini. Hal itu menyebabkan kualitas air di sepanjang kawasan DAS Bengawan Solo mengalami fluktuasi polutan dalam kondisi rawan.
Sedikitnya ada delapan kabupaten yang dilalui anak sungai Bengawan Solo yang tercemar limbah berat akibat industri perusahaan, seperti perusahaan tekstil, industri rumah tangga, dan perusahaan logam berat. Yaitu Kabupaten Sukoharjo, Karanganyar, Boyolali, Blora, Wonogiri, Klaten, Sragen, dan Kota Surakarta.

2.             POTENSI PEMANFAATAN BENGAWAN SOLO
Sebagai sumber air yang yang sangat potensial bagi usaha-usaha pengelolaan dan pengembangan sumber daya air (SDA).
Pemanfaatan Bengawan Solo :
ü  Untuk kebutuhan domestik,
ü  Sbagai Sumber air PDAM dan PAM migas,
ü  Sumber air irigasi,
ü  Sarana transportasi,
ü  Sumber ikan,
ü  Tempat wisata atau rekreasi, dan
ü  Tambang pasir.

3.             PERMASALAHAN-PERMASALAN DARI HULU SAMPAI HILIR BENGAWAN SOLO
Permasalahan Utama dalam pengelolaan DAS Bengawan Solo diantaranya adalah banjir, kekeringan, erosi dan sedimentasi, intruksi air laut, kualitas air. Total lahan kritis di WS Bengawan Solo mulai kategori potensial kritis sampai sangat kritis mencapai luas kurang lebih 11.398 km2 akibat proses erosi yang berlanjut dan kerusakan vegetasi.
Luas lahan kritis terbesar terdapat di Kabupaten Wonogiri (Jawa Tengah) seluas 128.662 ha, Kabupaten Pacitan seluas 129.598 ha dan Kabupaten Bojonegoro seluas 172.261 ha (Jawa Timur).
Wilayah Bengawan Solo mengalami penurunan daya dukung lingkungan. Hal ini antara lain disebabkan oleh penebangan liar dan konversi lahan, sehingga terjadi penurunan luas hutan yang ada yaitu 23 % pada tahun 1998 menjadi 18 % pada tahun 2005. Total lahan kritis di Bengawan Solo mulai kategori potensial kritis sampai sangat kritis pada saat ini mencapai luas ± 11.39 km2, akibat proses erosi yang berkelanjutan dan kerusakan vegetasi.  
Akibat terjadinya hujan di bagian hulu dengan intensitas tinggi di Sub DAS Bengawan Solo Hulu dan Kali Madiun pada tanggal 25 Desember 2007, maka terjadi banjir besar diseluruh DAS Bengawan Solo mulai tanggal 26 Desember 2007, yang menimbulkan kerusakan akibat banjir besar seperti tergenangnya perumahan, fasilitas umum, kantor, tempat ibadah, sawah/tegalan, dan jalan nasional, propinsi, kabupaten di kota dan daerah disekitar sungai Bengawan Solo, dimana kondisi itu mempengaruhi aktifitas masyarakat dan perekonomian.
Kejadian banjir besar tersebut melanda kabupaten/kota di sepanjang aliran sungai Bengawan Solo diantaranya yaitu : Solo, Sukoharjo, Sragen, Ponorogo, Madiun, Cepu, Bojonegoro, Tuban, Babat, Lamongan, Gresik dan daerah disekitarnya.
Ø  Daerah Hulu
Daerah ini mayoritas meliputi daerah Hulu Kali Tenggar, Hulu Kali Muning, Hulu Waduk Gajah Mungkur serta sebagian Kabupaten Wonogiri dengan penampang sungai yang berbentuk V. Dinding sungai pada daerah ini rata-rata bertebing curam dan tinggi, karena banyak digunakan untuk pertanian, daerah sekitar sungai pada bagian ini banyak mengalami erosi dan sedimentasi yang cukup tinggi.
Ø  Daerah Tengah
Daerah ini mayoritas meliputi daerah Hilir Waduk Gajah Mungkur, sebagian Kabupaten Wonogiri, Karanganyar, Sukoharjo, Klaten, Solo, Sragen, sebagian Kabupaten Ngawi dan sebagian Tempuran (hilir) Kali Madiun. Permasalahan yang timbul di bagian tengah Bengawan Solo adalah daerah ini merupakan daerah yang padat penduduk. Pada umumnya kegiatan ekonomi di daerah bagian sungai ini lebih tinggi daripada bagian hulu dan hilir, dan didominasi oleh kegiatan industri. Akibatnya, banyak limbah yang masuk ke sungai dan mencemari vegetasi di daerah ini. Aktivitas masyarakat yang paling menonjol di daerah ini adalah pertanian, pemanfaatan air sebagai kebutuhan sehari-hari, peternakan dan industri.
Ø  Daerah Hilir
Daerah ini mayoritas meliputi daerah sebagian Tempuran (hilir) Kali Madiun, sebagian kabupaten Ngawi, Blora, Bojonegoro, Lamongan, Tuban dan berakhir di Desa Ujungpangkah, Gresik.

4.             PENGELOLAAN BENGAWAN SOLO
Pengelolaan sumber daya air merupakan suatu kegiatan yang kompleks karena menyangkut semua sektor kehidupan, sehingga harus melibatkan semua pihak baik pembuat aturan (regulator), pengguna (user) dan pengembang (developer) maupun pengelola (operator). Oleh karena itu, diperlukan upaya bersama untuk mulai menerapkan dan menggunakan pendekatan one river basin, one plan and one integrated management, sehingga keterpaduan dalam perencanaan dan pelaksanaan serta pengendalian dapat diwujudkan.
Dalam pengelolaan Bengawan Solo Arah dan Kebijakan yang diambil adalah:
·         Memperhatikan keserasian antara konservasi dan pendayagunaan, pengelolaan kuantitas dan kualitas air untuk menjamin ketersediaan air baik untuk saat ini maupun masa datang.
·         Pengendalian daya rusak air terutama dalam hal penanggulangan banjir dilakukan dengan pendekatan konstruksi (penyelesaian pelaksanaan pembangunan sarana pengendali banjir) dan non-konstruksi (konservasi sumber daya air dan pengelolaan daerah aliran sungai dengan memperhatikan keterpaduan dengan tata ruang wilayah).
·         Pengembangan dan pengelolaan sumber daya air memerlukan penataan kelembagaan melalui pengaturan kembali kewenangan dan tanggung jawab masing-masing pemangku kepentingan.
a)      Pengendalian tata ruang.
Pengendalian tata ruang dilakukan dengan perencanaan penggunaan ruang sesuai kemampuannya dengan mempertimbangkan permasalahan banjir, pemanfaatan lahan sesuai dengan peruntukannya serta penegakan hukum terhadap pelanggaran rencana tata ruang yang telah memperhitungkan Rencana Induk Pengembangan Wilayah Sungai.
b)     Pengaturan debit banjir
Pengaturan debit banjir dilakukan melalui kegiatan penanganan fisik berupa pembangunan dan pengaturan bendungan, perbaikan sistem drainase perkotaan, normalisasi sungai dan daerah retensi banjir.  Pengaturan daerah rawan banjir
Pengaturan daerah rawan banjir dilakukan dengan cara:
1)  Pengaturan tata guna lahan dataran banjir (flood plain management).
2)  Penataan daerah lingkungan sungai seperti: penetapan garis sempadan sungai, peruntukan lahan di kiri kanan sungai, penertiban bangunan di sepanjang aliran sungai.
c)   Peningkatan peran masyarakat.
Peningkatan peran masyarakat dalam pengendalian banjir diwujudkan dalam:
1)      Pengembangan Sistem Peringatan Dini Berbasis Masyarakat
2)      Bersama-sama dengan Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyusun dan mensosialisasikan program pengendalian banjir.
3)      Mentaati peraturan tentang pelestarian sumberdaya air antara lain tidak melakukan kegiatan kecuali dengan ijin dari pejabat yang berwenang untuk:
·         mengubah aliran sungai;
·         mendirikan, mengubah atau membongkar bangunan-bangunan di dalam atau melintas sungai.
·         membuang benda-benda/bahan-bahan padat dan atau cair ataupun yang berupa limbah ke dalam maupun di sekitar sungai yang diperkirakan atau patut diduga akan mengganggu aliran,
·         pengerukan atau penggalian bahan galian golongan C dan atau bahan lainnya.
·         pengaturan untuk mengurangi dampak banjir terhadap masyarakat (melalui Penyediaan informasi dan pendidikan, Rehabilitasi, rekonstruksi dan atau pembangunan fasilitas umum, Melakukan penyelamatan, pengungsian dan tindakan darurat lainnya dan lain-lain)
d)  Pengelolaan Daerah Tangkapan Air
Pengelolaan daerah tangkapan air dalam pengendalian banjir antara lain dapat dilakukan melalui kegiatan:
1)      Pengaturan dan pengawasan pemanfaatan lahan (tata guna hutan, kawasan budidaya dan kawasan lindung);
2)      Rehabilitasi hutan dan lahan yang fungsinya rusak;
3)      Konservasi tanah dan air baik melalui metoda vegetatif, kimia, maupun mekanis;
4)      Perlindungan/konservasi kawasan - kawasan lindung.

Sabtu, 15 Juni 2013

Tanah Longsor



A.    PENGERTIAN
Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng. 
B.     JENIS-JENIS TANAH LONGSOR
Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasi paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan. Penjelasan dari keenam jenis longsor tersebut yaitu :
1. Longsoran Translasi 
Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

2. Longsoran Rotasi 
Longsoran rotasi adalah bergerak-nya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung. 


3. Pergerakan Blok 
Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu. 

4. Runtuhan Batu 
Runtuhan batu terjadi ketika sejum-lah besar batuan atau material lain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga meng-gantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang parah. 

5. Rayapan Tanah 
Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah. 
6. Aliran Bahan Rombakan 
Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunung api. Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup banyak. 
C.    PROSES TERJADINYA TANAH LONGSOR
Proses terjadinya tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut: air yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng.
Tanah longsor adalah longsornya atau ambruknya tanah dan batuan ke bawah bukit. Hujan mempercepat pelongsoran tanah karena hujan menyebabkan tanah menjadi longgar dan berat. Pada pelongsoran, air berperan sebagai pelicin. Pelongsoran hanya melibatkan lapisan luar yang terlepas dari permukaan tanah.

D.    FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TANAH LONGSOR
A.  Faktor alam
a.       Kondisi alam yang menjadi faktor utama terjadinya longsor antara lain:
b.      Kondisi geologi: batuan lapuk, kemiriringan lapisan, sisipan lapisan batu lempung, struktur sesar dan kekar, gempa bumi, stratigrafi dan gunung api.
c.       Iklim: curah hujan yang tinggi.
d.      Keadaan topografi: lereng yang curam.
e.       Keadaan tata air: kondisi drainase yang tersumbat, akumulasi massa air, erosi dalam, pelarutan dan tekanan hidrostatika.
f.       Tutupan lahan yang mengurangi tahan geser, misal tanah kritis.
B. Faktor manusia
Ulah manusia yang tidak bersabat dengan alam antara lain:
a.       Pemotongan tebing pada penambangan batu dilereng yang terjal.
b.      Penimbunan tanah urugan di daerah lereng.
c.       Kegagalan struktur dinding penahan tanah.
d.      Penggundulan hutan.
e.       Budidaya kolam ikan diatas lereng.
f.       Sistem pertanian yang tidak memperhatikan irigasi yang aman.
g.      Pengembangan wilayah yang tidak diimbangi dengan kesadaran masyarakat, sehingga RUTR tidak ditaati yang akhirnya merugikansendiri.
h.      Sistem drainase daerah lereng yang tidak baik.
C. Faktor-faktor lainnya yang turut mempengaruhi
·         erosi yang disebabkan aliran air permukaan atau air hujan, sungai - sungai atau gelombang laut yang menggerus kaki lereng - lereng bertambah curam
·         lereng dari bebatuan dan tanah diperlemah melalui saturasi yang diakibatkan  hujan lebat
·         gempa bumi menyebabkan getaran, tekanan pada partikel-partikel mineral dan bidang lemah pada massa batuan dan tanah yang mengakibatkan longsornya lereng-lereng tersebut
·         gunung berapi menciptakan simpanan debu yang lengang, hujan lebat dan aliran debu-debu
·         getaran dari mesin, lalu lintas, penggunaan bahan-bahan peledak, dan bahkan petir
·         berat yang terlalu berlebihan, misalnya dari berkumpulnya hujan atau salju

E.     DAMPAK BENCANA TANAH LONGSOR
Ø  Dampak Positif
1.      Bencana alam merenggut banyak korban, sehingga lapangan pekerjaan menjadi terbuka luas bagi yang masih hidup
2.      Menjalin kerjasama dan bahu membahu untuk menolong korban bencana, menimbulkan efek kesadaran bahwa manusia itu saling membutuhkan satu sama lain
3.      Kita bisa mengetahui sampai dimanakah kekuatan konstruksi bangunan kita serta kelemahannya,sehingga kita dapat melakukan inovasi baru untuk penangkalan apabila bencana tersebut datang kembali tetapi dengan konstruksi yang lebih baik
Ø  Dampak Negatif
1.      Banyak tenaga kerja ahli yang menjadi korban sehingga sulit untuk mencari lagi   tenaga ahli yang sesuai dalam bidang pekerjaanya
2.      Pemerintah akan kewalahan dalam pelaksaan pembangunan pasca bencana karna faktor dana yang besar
3.      Menambah tingkat kemiskinan apabila ada masyarakat korban bencana yang mengalami kerugian materi yang besar
4.      Rusaknya area pertanian, perhutanan, perkebunan, perternakan.
5.      Rusaknya Infrastruktur
a.       Daerah pemukiman penduduk.
b.      Jalan dan jembatan.
c.       Sarana pendidikan, kesehatan, dan peribadatan.
6.      Buruknya sanintasi  lingkungan.

F.     ANTISIPASI BENCANA TANAH LONGSOR

a)    Jangan mencetak sawah dan membuat kolam pada   lereng bagian atas di dekat pemukiman
b)   Buatlah terasering (sengkedan) pada lereng yang terjal bila membangun
c)    Segera menutup retakan tanah dan dipadatkan agar air tidak masuk ke dalam tanah melalui retakan.
d)   Jangan melakukan penggalian di bawah lereng terjal.(gb.kanan) permukiman
e)    Jangan memotong tebing jalan menjadi tegak.
f)    Jangan mendirikan rumah di tepi sungai yang rawan erosi.
g)   Jangan mendirikan permukiman di tepi lereng yang terjal
Pembangunan rumah yang benar di lereng bukit
h)   Jangan menebang pohon di lereng
i)     Jangan membangun rumah di bawah tebing.
j)     Tidak menebang atau merusak hutan
k)   Melakukan penanaman tumbuh-tumbuhan berakar kuat, seperti nimba, bambu, akar wangi, lamtoro dans ebagainya, pada lereng-lereng yang gandul
l)     Membangun saluran air hujan
m) Membangun dinding penan di lereng-lereng yang terjal
n)   Memeriksa keadaan tanah secara berkala
o)   Mengukur tingkat kederasan hujan

Strategi dan upaya penanggulangan bencana :
1.
Hindarkan daerah rawan bencana untuk pembangunan pemukiman dan fasilitas utama lainnya
2.
Mengurangi tingkat keterjalan lereng
3.
Meningkatkan/memperbaiki dan memelihara drainase baik air permukaan maupun air tanah. (Fungsi drainase adalah untuk menjauhkan airn dari lereng, menghidari air meresap ke dalam lereng atau menguras air ke dalam lereng ke luar lereng. Jadi drainase harus dijaga agar jangan sampai tersumbat atau meresapkan air ke dalam tanah).
4.
Pembuatan bangunan penahan, jangkar (anchor) dan pilling
5.
Terasering dengan sistem drainase yang tepat.(drainase pada teras – teras dijaga jangan sampai menjadi jalan meresapkan air ke dalam tanah)
6.
Penghijauan dengan tanaman yang sistem perakarannya dalam dan jarak tanam yang tepat (khusus untuk lereng curam, dengan kemiringan lebih dari 40 derajat atau sekitar 80% sebaiknya tanaman tidak terlalu rapat serta diseling-selingi dengan tanaman yang lebih pendek dan ringan , di bagian dasar ditanam rumput).
7.
Mendirikan bangunan dengan fondasi yang kuat
8.
Melakukan pemadatan tanah disekitar perumahan
9.
Pengenalan daerah rawan longsor
10.
Pembuatan tanggul penahan untuk runtuhan batuan (rock fall)
11.
Penutupan rekahan di atas lereng untuk mencegah air masuk secara cepat kedalam tanah.
12.
Pondasi tiang pancang sangat disarankan untuk menghindari bahaya liquefaction(infeksi cairan).
13.
Utilitas yang ada didalam tanah harus bersifat fleksibel
14.
Dalam beberapa kasus relokasi sangat disarankan.




Sumber : Buku Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana Dan Upaya Mitigasinya di Indonesia, Set BAKORNAS PBP dan www.bnpb.go.id
G.    HAL-HAL YANG DILAKUKAN SEBELUM DAN SESUDAH BENCANA
Ø  Sebelum
Dengan mengadakan penyuluhan kepada warga tentang bencana tanah longsor, khususnya gejala akan terjadinya tanah longsor , yaitu :
Gejala Umum tanah Longsor (SumberMPBI)
  1. muncul retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing
  2. Muncul mata air secara tiba-tiba
  3. Air sumur di sekitar lereng menjadi keruh
  4. Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan
Ø  Sesudah
1.      Tanggap Darurat.
Yang harus dilakukan dalam tahap tanggap darurat adalah penyelamatan dan pertolongan korban secepatnya supaya korban tidak bertambah.
2.      Rehabilitasi
Upaya pemulihan korban dan prasarananya, meliputi kondisi sosial, ekonomi, dan sarana transportasi. Selain itu dikaji juga perkembangan tanah longsor dan teknik pengendaliannya supaya tanah longsor tidak berkembang dan penentuan relokasi korban tanah longsor bila tanah longsor sulit dikendalikan.
3.      Rekonstruksi
Penguatan bangunan-bangunan infrastruktur di daerah rawan longsor tidak menjadi pertimbangan utama untuk mitigasi kerusakan yang disebabkan oleh tanah longsor, karena kerentanan untuk bangunan-bangunan yang dibangun pada jalur tanah longsor hampir 100%.

H.    DAERAH RAWAN LONGSOR
Wilayah-wilayah yang rawan tanah longsor biasanya ditandai dengan :
·         Pernah terjadi bencana tanah longsor di wilayah tersebut
·         Berada pada daerah-daerah yang terjal dan gundul
·         Merupakan daerah-daerah aliran air hujan